Sebanyak 95 persen kasus Tuberkulosis dapat disembuhkan. Namun hal ini sangat bergantung dari keakuratan diagnosis, rejimen pengobatan dan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan sampai tuntas.
Demikian disampaikan oleh, Dyah Erti Mustikawati, Kepala Sub Bidang Direktorat Pengendalian Penyakit Tuberulosis, saat jumpa pers di Kantor Kementerian Kesehatan, Jumat (17/2/2012).
Permasalahan yang sering ditemui, kata Dyah, masih banyak pasien TB (tuberkulosis) yang melakukan pengobatan bukan pada tempatnya dan bukan di tempat layanan kesehatan yang sudah di siapkan oleh pemerintah.
"Untuk pasien TB yang unreported ini kita tidak tahu apakah mereka sudah memperoleh layanan sesuai standar atau tidak. Tapi kelihatannya, ada kecenderungan tidak sesuai dengan standar," cetusnya.
Untuk mengatasi hal itu, Dyah mengaku sedang mencoba melakukan pendekatan ke berbagai rumah sakit dengan membuat suatu regulasi dalam bentuk akreditasi. Artinya, pelayanan tuberkulosis akan menjadi salah satu standar pelayanan minimal di setiap rumah sakit. "Jadi kedepannya, rumah sakit arahnya akan melakukan layanan TB, meski tidak semuanya," ucapnya.
Dengan adanya pelayanan yang terstruktur, diharapkan pasien TB akan memperoleh standar pengobatan sebagaimana mestinya dan sesuai dengan tatalaksana yang berlaku.
Dyah juga menyoroti faktor-faktor lain yang menghambat proses kesembuhan pasien TB, salah satunya adalah ketidakpatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. "Kalau hasil diagnosis sudah benar dan diobati dengan benar tapi pasien tidak patuh berobat, juga bisa mencetuskan resistensi obat," ucapnya.
Pengobatan Tuberkulosis berlangsung cukup lama yaitu setidaknya 6 bulan dan selanjutnya dievaluasi oleh dokter apakah perlu dilanjutkan atau berhenti. Karena pengobatan yang cukup lama seringkali membuat pasien putus berobat atau menjalankan pengobatan secara tidak teratur, kedua hal ini ini fatal akibatnya yaitu pengobatan tidak berhasil dan kuman menjadi kebal disebut MDR (multi drugs resistance).
Menurut Dyah, ada sekitar 300 ribu kasus TB baru di Indonesia setiap tahunnya. Sementara untuk pasien yang resisten obat anti Tuberkulosis diperkirakan ada 6100 orang setiap tahunnya. Hal ini pada akhirnya membuat biaya pengobatan menjadi berlipat dan lebih sulit dalam pengobatannya.
"Jadi banyak faktor yang berpengaruh pada resistensi tidak hanya dari segi program, tapi juga dari pasien sendiri," jelasnya.
Saat ini, lanjut Dyah, sebanyak 98 persen Puskesmas sudah mampu untuk melayani pasien dengan TB. Tapi sayangnya, belum semua masyarakat yang mau berobat kesana. Bahkan, sekarang ini sebagian besar biaya pengobatan penyakit TB sudah ditanggung dana publik, yaitu dana Global Fund dan dana Pemerintah alias gratis.
"Anggaran setiap tahun yang dikeluarkan sekitar 100 milyar," jelasnya.
Dalam memerangi penyebaran Tuberkulosis terutama pada anak anak yang masih rentan daya tahan tubuhnya, pemerintah sejauh ini telah memasukkan Imunisasi Tuberkulosis pada anak yang disebut sebagai Imunisasi BCG sebagai salah satu program prioritas imunisasi wajib nasional.
Tuberkulosis atau TB (dulu disebut TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis masih merupakan penyakit infeksi saluran napas yang tersering di Indonesia. Keterlambatan dalam menegakkan diagnosa dan ketidakpatuhan dalam menjalani pengobatan mempunyai dampak yang besar karena pasien Tuberkulosis akan menularkan penyakitnya pada lingkungan, sehingga jumlah penderita semakin bertambah.
Sumber KompasHealth
0 comments:
Post a Comment
Mohon tinggalkan komentar, karena setitik komentar anda akan sangat berharga dan tak ternilai demi kemajuan blog ini.
Dan maaf, kalau admin tidak bisa langsung membalas komentar anda sekalian, karena jarang online lewat komputer.
Terima kasih :)